Naskah Drama
Lala Jinis dan Lalu Dia’
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
XII IPA
Kelompok
2
Nurul
Hayati
Ritayani
Devi
Astini
Elya
Fitriani
Jennifer
Sheydy
Annisa
Rahmani PM
M.
Jalaluddin
Lalu
Wirajasa
SMAN 1 SEKONGKANG
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
2012/2013
Kata
Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat beserta
hidayah-Nya sehingga naskah drama ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih
kepada guru mata pelajaran Seni Budaya Bapak Yudi Fitrayudin, S.Pd yang telah
memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada kami tentang pemahaman mengena
drama atau teater. Kedua kalinya rasa terimakasih kami sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan naskah drama ini dengan baik.
Naskah
drama ini kami susun sebagai patokan kami dalam melakukan sebuah pentas drama
di sekolah SMAN 1 Sekongkang dalam rangka Ujian Praktek Sekolah tahun ajaran
2012/2013.
Naskah
drama ini kami beri judul Lala Jinis dan Lalu Dia’ yaitu cerita rakyat asli
dari tana Samawa yang terjadi pada masa lampau.
Demikian
naskah drama ini kami susun, semoga bermanfaat, dan tidak lupa pula kritik dan
saran dari pembaca sangat kami butuhkan demi perbaikan naskah drama kami
kedepannya.
Penyusun
i
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
A.
Tokoh dan Peran Tokoh………………………………..………….... 1
B.
Properti…………………………………………………………….. 1
C.
Kostum……………………………………………………………... 1
D.
Monolog…………………………………………………………… 2
E.
Dialog………………………………………………………….......... 3
Adegan
1………………………………………………………….... 3
Adegan
II………………………………………………………….... 5
Aegan
III…………………………………………………………… 9
Adegan
IV………………………………………………………….. 10
Adegan
V…………………………………………………………... 13
Adegan
VI………………………………………………………….. 14
Adegan
VII………………………………………………………… 15
Penutup 17
ii
A.
Tokoh
dan Peran Tokoh
1.
Tokoh
Protagonis
Nurul
Hayati Berperan sebagai Lala Jinis
Elya
Fitriani Berperan sebagai Oneng (Dayang)
Jennyfer
Sheydy Berperan
sebagai Raja Seran
Annisa
Rahmani PM. Berperan sebagai Permaisuri Raja
M.
Jalaluddin Berperan sebagai Lalu Diah
Lalu
Wirajasa Berperan sebagai Puntuk
2.
Tokoh
Antagonis
Ritayani Berperan sebagai Ran Pangantan
Devi
Astini Berperan sebagai Panglima dan Pengawal
B.
Properti
1.
3 buah batu besar
2.
3 buah batu kecil
3.
1 buah bunga Eja
4.
1 buah tusuk konde
5.
Kain biru untuk sungai
6.
Pohon-pohonan hias
7.
Bunga hias
8.
4 buah kursi raja
9.
Tombak pengawal
10.
2 buah kris
C.
Kostum
1. 6 buah sapu’
2. 2 buah baju adat wanita Sumbawa
3. 6 buah kain songket
4. 2 buah kain songket
5. 2 buah dalaman baju adat berwarna hitan
dan 2 buah jilbab kuning
6. 1 buah kebaya permaisuri
7. 2 buah stagen
8. Sandal (yang sesuai peran)
9. Kostum laki-laki kemeja putih dan celana
hitam
1
D. Monolog
Drama ini
diangkat dari cerita rakyat Tana Samawa (Sumbawa). Certia ini beredar di
masyarakat Sumbawa sejak dulu.
Lala
Jinis adalah seorang putri raja Seran yang sangat cantik jelita, oleh karena
itu banyak laki-laki yang mengidamkannya, termasuk Ran Pangantan seorang putra
Panglima besar di kerajaan Seran tersebut. Maka Ran Panganta bersama
ayahandannya melamar putri Lala Jinis, lamaran mereka pun diterima oleh sang Raja dan
permaisuri. Dari situlah penderitaan Lala Jinis dimulai, karena ia sama sekali
tidak mencintai Ran Pangantan yang kasar yang hanya menginginkan kecantikannya,
kekusaan ayahnya dan hartanya. Akan tetapi Lala Jinis tak dapat berbuat apa-apa
sebab ia harus menuruti keinginan Ayah dan Bundanya.
Lalu
Dia’ adalah seorang pangeran kerjaan dari negeri Alas, yang sangat tampan dan
baik hati. Dialah laki-laki yang dicintai Lala Jinis saat pertemuan mereka di
tempat pemandian dan bermain Putri Lala Jinis. Namun cinta mereka datang
setelah Lala Jinis mendekati detik-detik pernikahannya bersama Ran Pangantang.
Lala Jinis dan Lalu Dia’ benar-benar saling mencintai, akan tetapi Lala jinis
sebentar lagi akan menikah dengan Ran Pangantan.
Singka
cerita Lala Jinis tidak sanggup dan kuat berada di Kerajaan sebab hatinya
begitu terluka, ia tidak mungkin menikah dengan Ran Pangantan laki-laki yang
tidak ia cintai. Akhirnya Lala Jinis memutuskan untuk pergi (minggat) dari
kerajaan ditemani oleh Oneng dayangnya yang selalu setia menemaninya.
Begitupun
Lalu Dia’ ia tak mungkin melepaskan Lala Jinis begitu, akhirnya dia memutuskan
untuk menjemput Lala Jinis dengan kembali menuju kerajaan Seran.
Keputusan
kedua insan ini akhirnya menyebabkan mereka bertemu di tengah-tengah
perjalanan, sehingga mereka memutuskan untuk segera pergi dari negeri itu, akan
tetapi mereka terlambat, Ran Pangantan berhasil mendapatkan mereka.
Singkatnya
terjadilah pertempuran antara Lalu Dia’ dengan Ran Pangantan mereka saling
mengeluarkan kris mereka.
Akhir
cerita, Ran Pangantan pun dapat dikalahkan oleh Lalu Dia’, dan akhirnya Lalu
Dia’ lah yang berhak memiliki Lala Jinis, Lalu Dia’ membawa Lala Jinis ke
negeri Alas dan menikahinya, mereka pun hidup bahagia sampai akhir hayatnya.
2
E.
Dialog
Adegan I
Di kerajaan Seran, Duduklah seorang Raja Seran
bersama permaisurinya di singgasana.
Permaisuri :
Kakanda, putri kita kini telah menginjak dewasa, aku pun ingin segera meminang cucu, tidak kah kau ingin menikahkan
putri kita segera?
Raja : Tentu saja adinda, kakanda ingin segera menikahkan putri
kita, agar kelak akan ada seseorang yang akan menggantikanku duduk di
singgahsana ini.
Permaisuri
: Iya Kakanda
Tiba-tiba
muncullah seorang dayang.
Dayang : Sembah hamba tuan.
Raja : Ada apa dayang?
Dayang : Maaf Tuan, ada tamu di depan yang ingin bertemu dengan tuanku.
Raja : Siapa itu ?
Dayang : Panglima tuanku.
Raja : Baiklah suruh dia masuk.
Maka
atas perintah rajanya, dayang pun mempersilakan Panglima masuk. Maka masuklah
Panglima bersama putranya Ran Pangantan
Panglima
: Sembah hamba Tuan.
Raja : Silakan duduk
Panglima :
Terimakasih tuan.
Raja : Ada apa gerangankah kau kemari Panglima?
Panglima : Maaf
tuan, maksud kedatangan hamba dengan putra hamba ini adalah sebuah impian besar
untuk menjalankan kerajaan ini.
Raja : Apa itu panglima?
Panglima : Hamba
dan putra hamba hendak melamar tuan putri Lala Jinis. Sudikah tuan menerima
lamaran baik kami ini?
Raja : Bagaimana menurutmu adinda?
Permaisuri : Tidak
ada salahnya Kakanda, mereka ini adalah panglima besar dikerajaan kita, mereka
yang menjaga keamanan kerajaan dan negeri kita, lagipula nak Ran Pangantan ini
laki-laki yang tampan dan baik.
Raja : Baiklah panglima, kami menerima lamaranmu.
Panglima
: Terimakasih Tuan, suatu kehormatan bagi kami. Baiklah kami
permisi tuan raja.
Raja : Silakan
Setelah
Panglima bersama anaknya telah keluar, sang Raja memanggil dayangnya.
Raja : Dayaaaaang
Dayang : Iya Tuan.
3
Raja : Tolong panggilkan putriku.
Dayang : Baik Tuan
Beberapa
lama kemudian, masuklah putri Lala Jinis dan duduk disamping ayahandanya.
Lala
Jinis : Ada apa ayahanda?
Raja : Begini ananda, Ayah akan menikahkanmu dengan putra panglima
di negeri ini.
Lala
Jinis : Kenapa ayah? Aku tidak mencintainya
Permaisuri :
Ananda, kelak saat berumah tangga juga kau akan mencintainya. Dia laki-laki
yang baik. Bunda ingin segera meminang cucu.
Lala
Jinis : Tidak Bunda.
Permaisuri :
Sudahlah ananda, Ayah dan Bunda sudah menerima lamaran mereka, kau jangan
membuat malu ayah dan Bunda.
Lala Jinis : Baik
Bunda.
Karena keputusan Ayah dan Bundanya sudah bulat,
Lala Jinis pun tidak dapat berbuat apa-apa, dia menuruti keinginan ayah dan
Bundanya…
4
Adegan II
Di suatu pagi hari yang cerah, masuklah dua
orang laki-laki, mereka Lalu Dia’ dan Pengwalnya yang bernama Puntuk, mereka
datang dari negeri Alas menuju negeri Seran.
Lalu Dia’ :
Puntuk kita berhenti dulu, sebab sebentar lagi
kita akan memasuki ibu kota Kerajaan Seran
Puntuk :
Baik paduka yang mulia
Dalam peristirahatan mereka, Lalu
Dia’ pun mengeluarkan sulingnya, mulailah ia memainkan sulingnya. Saat sedang
asyik memainkan sulingnya, puntuk mengganggu Lalu Dia’.
Puntuk : Tuan…tuan. Tapi, kenapa kita berhenti di sini Tuan. Tuan kan
belum mendapatkan gadis yang menjadi impian tuan. Gadis yang berkenan di hati,
yang selalu datang dalam setiap mata terpejam. (menggoda), gadis yang rambunya
terurai, hidung mancung, alis bagai kerbau parapan.
Lalu Diah : Puntuk…
Puntuk : Ha…ha… Tuan mencari gadis yang punya betis seperti Rebong
Katuntang, bermata baja, berurat kawat. Haa…haa…. Memangnya “Kebo Pongong”.
Lalu Diah : (Jengkel) Puntuk. Sudah, saya mau tidur.
Puntuk
: (melihat lalu Dia mau tidur) Lalu jangan tidur dulu.
Bagaimana jika kita kembali lagi saja ke tanah Alas. Di Alaskan banyak
gadis-gadis yang cantik.
Lalu Diah
: Puntuk
! Justru saya datang kesini, ke Tana Seran, sebab di sini kabarnya gadisnya
cantik-cantik. Saya ingin memperbaiki keturunan kita di masa yang akan datang.
Saya tidak mau keturunan kita itu mirip seperti kamu.
Puntuk
: Baiklah Tuan, Selamat Tidur
Sebelum
tidur Lalu Dia’ menyelipkan bunga eja di sela-sela batu. Dari arah lain muncul
Lala Jinis bersama Oneng.
Oneng : (Menikmati keindahan alam, tercengang) Lala, lihat
bunga-bunga itu, sekarang sudah mekar. Kupu-kupu ! Kupu-kupu juga lala.
Lala Jinis : (senyum) Ambilkan untuk saya Oneng.
Oneng : Baik, Lala (Oneng mengambil bunga, tapi agak kesulitan)
Lala Jinis : Bunga apa Oneng.
Oneng : Bunga Eja tuan Putri.
Oneng : (membawa bunga) ini lala, bunganya harum sekali.
Lala Jinis : (mencium bunga) Oneng, rasanya saya mengenal bunga ini.
(agak heran) bunga eja…bunga…
Oneng : Lala-lala, lala terusik mimpi lagi ya ?
5
Lala Jinis : Mungkin Oneng. Akhir-akhir ini, dia sering datang dan
memberikan bunga ini.
Oneng : Sudahlah, lala. Ran Pangantan kan Tampan, Tuan panglima muda
kerajaan itu baik, Lala.
Lala Jinis : (kurang suka) Ran Pangantan ! saya tidak senang dengannya.
Ran Pangantan itu kasar
Oneng : Sedangkan Tuan Putri Lala Jinis, cantik, ramata kolo
kabemang, rebetis rebong katuntang.
Lala Jinis : Oneng !
Oneng : Ya Tuan Putri.
Lala Jinis : Oneng, mimpi itu, kadang menjadi bagian terindah dalam hidup
seseorang. Orang miskin yang tak memiliki apa-apa, mereka tak akan merasa
miskin karena mereka punya mimpi. Dari mimpi menjadi kenyataan, bukan kenyataan
yang menjadi mimpi.
Oneng : Jadi, Lala benar-benar jatuh cinta pada mimpi ?
Lala Jinis : Ya. Tapi mungkin juga tidak. Mimpiku terlalu sempurna.
Oneng : hmmm,,, (senyum) gak jelas)
Oneng pun duduk di atas batu. Lala Jinis mengambil bunga dan
menciumnya.
Mendengar percakapan dua orang gadis, Puntuk
bangun sekaligus heran karena dihadapannya telah duduk seorang gadis. Puntuk membangunkan
Lalau Dia’. Mereka mendengarkan percakapan dua gadis itu.
Lalu
Dia’ mendekati Lala Jinis diikuti oleh Puntuk.
Oneng :
Siapa tuan ini ? hingga berani masuk pemandian
dan tempat bermain Lala Jinis (Ketus)
Lala Jinis : (tanpa menoleh) kau telah datang rupanya. Aku telah menunggu
lama. Oneng, biarkan ia kemari.
Oneng : Tapi Lala….
Lala Jinis : oneng… (Lala Jinis tetap membelakangi)
Oneng : Baik Lala, (ke Puntuk) tapi kau tidak boleh kesana. (Puntuk
memperhatikan Lalu Dia’)
Lala Jinis : Kau ingin mengambil kembali bunga ini…?
Lalu Dia’ : Hamba bernama Lalu Dia’, sudilah Tuan Putri mengucapkan
nama.
Lala Jinis : (dingin-tegas) saya Lala Jinis.
Lala
Jinis berbalik. Mereka saling tatap. Lala Jinis bangun, keduanya melakukan gerakan
memutar.
Lalu Dia’
: long lolo lian ke yandi
Jina tu saling sasaket
Rela yandi nanpo dadi
6
Lala Jinis : Lamin Pang aku kaka e
Tembok roa sikit roa
Meling kaka si aku turret
Lalu Dia’ : Kapida nompo po ate
Sangka
yano ku santuret
Ya dadi kerong parana
Lala Jinis : Parana kaka si ai let
Aku dadi umak sisi
Tu saling asi ke tenrang
Kemudian
terdengar suara dibelakang. Lala Jinis kaget dan melangkah meninggalkan Lalu
Dia’. Lalu Dia’ heran.
Lala Jinis : Tuanku Lalu Dia’, pergilah (cemas) sebentar lagi Ran Pangantan akan datang.
Lalu Dia’ : Siapa Ran Pangantan ?
Lala Jinis : Sudah pergi saja, Oneng, suruh mereka pergi !
Lalu Dia’ : Tidak Lala,,…
Lala Jinis : (sedih) pergilah Lalu. (Lala Jinis mengambil tusuk konde)
ini tusuk konde sebagai pengganti diriku dan pengganti bunga eja.
Lalu Dia’ : Tidak, saya tidak akan pergi.
Lala Jinis : Baiklah, kalau begitu biar saya yang pergi, Lalu Dia’
daatanglah nanti saat bulan purnama. Oneng mari kita pergi (Puntuk menarik
Oneng).
Sekarang tinggal mereka berdua. Lalu Dia’ memperhatikan tusuk konde
Kemudian
masuklah Ran Pangantan beserta pengawal dan prajurit.
Ran
Pangantan muncul.
Ran P : Prajurit, tangkap laki-laki itu !
Prajurit
itu lansung maju mau menangkap Lalu Dia’, tapi dihalangi oleh Puntuk.
Puntuk : Berhenti !
Ran P : Kalau mereka melawan bunuh saja !
Prajurit
memasang kuda-kuda bersiap untuk menyerang.
Lalu Dia’ : Maaf Tuanku, hamba mau bertanya, kenapa Tuanku mau menangkap
kami dan siapakah Tuan ini ?
Ran P : (melihat dan tertawa) jadi, kalian belum tahu aku Ran
Pangantan, anak panglima negeri ini dan calon tunggal pengganti Datu Seran. Aku
menangkap kalian, karena kalian telah berani masuk ketempat pemandian dan
tempat bermain Tuan Putri Lala Jinis.
7
Lalu Dia’ : maaf kami orang baru, jadi tidak tahu jalan. Dan kami tidak
tahu bahwa yang datang panglima Ran Pangantan.
Ran P : Kau mengerti juga rupanya.
Lalu Dia’ :
Jika demikian, kami mohon diri.
Ran P : Tidak semudah itu orang asing. Prajurit, bawa mereka ke
istana. Dan laporkan mereka sebagai pencuri.
Puntuk : Dasar kau, kalau berani, maju !
Lalu Dia’ : (mencegah) puntuk jangan !
Puntuk : Maaf, Lalu. Ini menyangkut harga diri.
Ran P : Jadi kalian berani melawan kami, ha ?!
Lalu Dia’ : maafkan dia panglima muda !
Ran P : (mengeluarkan keris) kurang ajar !
Lalu Dia’ : Panglima muda, biarkan kami pergi.
(kepada Puntuk) Puntuk ayo !
Ran P : Kejar !
Lalu
Dia’ dan Puntuk dikejar oleh Ran Pangantan dan pengawalnya keluar panggung.
8
Adegan
III
Lala Jinis sendirian, menyampaikan isi hatinya, sedih dan duka yang ia raskan.
Lala
Jinis : Pada hari nanti
Aku
tahu
Aku
akan rindu pada tanah
Yang terlampau jauh ku kenal
Ku tak ingin kan ada
Yang memberiku air mata
Ku tak ingin nantinya
Daun-daun berguguran
Tersebab kisah
Yang pernah ku toreh merah
Pada rembulan
Kini masa itu datang
Bersama hati yang resah
Ingin kembali
Senja selalu datang dengan
Kesunyian yang menyayat
Jangan beri aku kepiluan
Sebab hati ini bergelora
Ingin menghirup angin sepoi
Di tanah bunda mendekapku
Jangan …..
Jangan …..
Jangan lagi ada ….
Yang terlampau jauh ku kenal
Ku tak ingin kan ada
Yang memberiku air mata
Ku tak ingin nantinya
Daun-daun berguguran
Tersebab kisah
Yang pernah ku toreh merah
Pada rembulan
Kini masa itu datang
Bersama hati yang resah
Ingin kembali
Senja selalu datang dengan
Kesunyian yang menyayat
Jangan beri aku kepiluan
Sebab hati ini bergelora
Ingin menghirup angin sepoi
Di tanah bunda mendekapku
Jangan …..
Jangan …..
Jangan lagi ada ….
9
Adengan
IV
Lalu
Jinis muncul bersama Oneng. Lala Jinis ditemani Ran Pangantan. Lalu, Ran
Pangantan dan Lala Jinis duduk bersama. Ran Pangantan kelihatan bahagia. Tetapi
sebaliknya Lala Jinis agak sedikit kecewa.
Ran P : Dindaku Lala Jinis, kita akan menjadi pasangan yang sangat
serasi jaman ini. Aku akan menjadi raja. Dan kau akan menjadi permaisuriku yang
cantik jelita.
Lala Jinis : (diam tidak tahu apa yang harus dikatakan)
Ran P : Lalaku, aku sangat ketakutan ketika melihat kau bersama
laiki-laki lain di tempat pemandian itu. Aku takut kau menghilang dari negeri
ini. Aku takut kehilanganmu Lala, (dengan kasar secara refleks menarik rambut
Lala Jinis) aku takut Lala
(Lala Jinis menghindar. Ran Pangantan jadi berang)
(berteriak)
Ran P : pengawal, ambilkan aku jontal, sirih dan tuak !
Pengawal : Apa Tuan ?
Ran P : Ambilkan aku jontal, sirih, dan tuak ! dasar goblok.
Pengawal : Baik Tuanku.
Ran P : (licik-lembut) dindaku Lala Jinis, kita harus rayakan
pertemuan kita dengan sedikit mencicipi arak agar badan kita sedikit terasa
hangat. Apa pendapatmu.
Lala Jinis : Kau membuat hidupku seperti di neraka. Kenapa kau tidak
berubah, kamu tahu, aku tidak bias hidup disamping orang kasar sepertimu.
Ran P : Tidak Lala, Suatu hari aku akan berubah.
Lala Jinis : Kau tidak akan pernah berubah, karena kau tak mau
merubahnya. Mungkin saat kau berubah, aku telah menjadi tanah. Menghilang, atau
akan pergi jauh dari negeri ini.
Ran P : (lembut) jangan begitu Lala. Bagaimana kanda dapat hidup
tanpa dinda.
Lala Jinis : Berhentilah bermimpi, kau tidak akan hidup dengan siapapun.
Jika kau tetap seperti ini.
Ran P : Tapi aku mencintaimu Lala
Lala Jinis : (sinis) kau mencintaiku. Tapi, kau lebih mencintai kekuasaan
yang akan kau terima nanti.
Dari kejauhan muncullah Lalu Dia’
bersama Puntuk.
Puntuk : Kenapa ramai sekali Tuan ?
Lalu Dia’ : Tidak tahu, Ntuk.
Puntuk : Saya tahu sekarang Tuanku.
Lalu Dia’ : Tahu apa Puntuk
Puntuk : Ini upacara pernyambutan kita oleh Tuan Putri Lala Jinis.
Lalu Dia’ : (kurang yakin) tidak mungkin Ntuk.
Lalu Dia’ : (kurang yakin) tidak mungkin Ntuk.
Puntuk : Ya, Tuanku. Inikah bulan purnama, seperti yang di janjikan
oleh Tuan Putri Lala Jinis.
Lalu Dia’ : Kenapa Ran Pangantan dan Lala Jinis duduk berdua di
singgasana.
10
Karena mengetahui kedatangan Lalu Dia’ pengawal pun
melaporkannya pada Ran Pangantan.
Pengawal : Sembah hamba tuan.
Ran P : Ada apa?
Pengawal : (mendekati Ran P) maat, tuanku, ini agak rahasia.
Ran P : (menarik ke depan atas) apa ?
Pengawal : mata-mata kita mengatakan bahwa ada Lalu Dia’ yang datang
meramaikan pesta perkawinan Tuanku. Tampak mereka menuju ke mari.
Ran P : (terkejut) apa ?, baiklah biarkan mereka
kemari, (tidak berbisik).
Pengawal : Baiklah, hamba mohon diri.
Ran P : Iya.
(kea rah Lala Jinis) dindaku tercinta. Besok
hari kebahagiaan kita. Kau dan aku akan menjadi pasangan yang sangat serasi.
Kau jadi permaisuriku dan aku akan menjadi raja.
Lala Jinis : (ketus) aku akan masuk neraka.
Muncul Lalu Dia’ dan Puntuk. Menghadap Ran Pangantan dan Lala Jinis.
Lalau Dia’ : Tuan Putri Lala Jinis. Kau mengundangku kesini hanya untuk
melihat kau menjalankan perkawinanmu. (jengkel) ini bulan purnama yang sia-sia.
Ran P : Siapa mereka ini Lala ?
Lala Jinis : (kikuk) saya tidak tahu, kanda. Mereka mungkin orang asing
yang tersesat.
Lalau Dia’ : Bukankah kau yang mengundang kami Lala.
Lala Jinis : Kanda usir kedua orang ini. Aku tidak mengenal mereka.
(menyesal)
Ran P : Jadi, kalian datang tanpa diundang. Baiklah, saya akan kawin
besok. Datanglah aku yang mengundang. Lala biarkan mereka datang.
Lalu Dia’ : Lala Jinis
Lala Jinis : pergi kalian, aku tidak ingin melihat kalian lagi (serak,
mau menangis)
Lalu Dia’ : tidak, kami tidak akan pergi, karena Lala yang mengundang
kami.
Ran pangantan terus tertawa
Lalu Dia’ : Baik Lala, kami akan pergi.
Ka mu undang aku datang
Lawang mu ribat ke baret
Ya mu adal ke nyonde ta
(kepada Puntuk) Puntuk, mari kita pergi.
Puntuk : Baik Tuanku.
Maka
Lalu Diah dan puntuk pun pergi
Lala Jinis : Oneeeeng
11
Oneng : Ya Tuan Putri
Lala
Jinis menangis dan memeluk Oneng
Lala Jinis :
Lalu Dia’ oneng….
Oneng : kenapa dengan tuan Lalu dia tuan putri?
Lala Jinis : Aku telah mengusirnya oneng… aku takut Ran Pangantan akan
berbuat jahat.
Oneng :
sudahlah tuan putri jangan bersedih, lalu apa
yang harus saya lakukan untuk membantu tuan putri?
Lalan Jinis : Bawa saya pergi dari kerajaan ini Oneng, saya sudah tidak
sangguap lagi disini, saya tidak mencintau Ran Pangantan, Bawa saya pergi
Oneng.
Oneng : Baiklah Tuan putri, mari kita pergi.
Akhirnya
Lala Jinis pun pergi meninggalkan kerjaan, ingin menemui Lalu Dia’ ditemani
oleh Oneng.
12
Adegan V
Ran
Pangantan sedang duduk di suatu tempat, menungkapkan rasa bahagianya.
Ran P :
(berkhayal) menunggu hari esok, rasanya aku tak
sabar lagi. Hari esok.. hari esok… ya hari esok hari saat aku menggenggam tanah
ini. Tanah Seran ha…ha…ha…
Lala Jinis kau sangat cantik, bagai rembulan malam yang mengganggu semua mimpi. Aku laki-laki yang sangat beruntung. Kutunggu kau di sini. Kini akanku dapatkan harapanku, wanita cantik, kekuasaan, sekaligus hartanya. Semuanya kini berada dalam genggaman jemariku, ha…ha…ha..Lalu Dia’ harapanmu kini sirna, terbawa angin.
Lala Jinis kau sangat cantik, bagai rembulan malam yang mengganggu semua mimpi. Aku laki-laki yang sangat beruntung. Kutunggu kau di sini. Kini akanku dapatkan harapanku, wanita cantik, kekuasaan, sekaligus hartanya. Semuanya kini berada dalam genggaman jemariku, ha…ha…ha..Lalu Dia’ harapanmu kini sirna, terbawa angin.
Tiba-tiba
datanglah seorang prajurit.
Prajurit :
(ngos-ngosan) Tuanku Ran Pangantan… (berteriak)
Tuanku Ran Pangantan.
Ran P :
Ada apa kau berteriak memanggilku?
Prajurit : Ini penting ! tuanku Ran Pangantan harus tahu !
Ran P : apa itu ?
Prajurit : Ampun Tuanku..a…nu tuanku. Tuan Putri…
Ran P : Lala Jinis maksudmu ?
Pengawal : Ada apa dengan tuan Putri ?
Prajurit : Iya tuanku.
Ran P : Ada apa dengan putri?
Prajurit : Putri Lala Jinis minggat Tuanku.
Ran P : apa ? coba ulangi.
Prajurit : Putri Lala Jinis minggat menuju Tana Alas, Tuan.
Ran P : (kaget) Lala Jinis minggat ! (menendang) kenapa kalian tidak
mencegahnya ?
Prajurit : Ampunkan hamba Tuanku
Ran P : Prajurit tolol. Lala Jinis.. kau membuat aku marah. Lalu Dia’
mu akan kucincang. Kalian terlalu berani membuatku marah. Prajurit, Kita harus
menghadap Raja dan Ratu untuk melaporkan ini
Prajurit : Siap tuanku.
13
Adegan VI
Ketika sang Raja tengah duduk
bersama permaisurinya di singgasana, muncullah Ran Pangantan bersama
prajuritnya.
Ran P :
Sembah hamba Raja
Raja : Ada
apa ananda?
Ran P : Maaf
tuan, hamba membawa berita buruk.
Raja : Berita
apa itu?
Ran P : Lala
Jinis tuan, Lala Jinis Minggat.
Raja : Apa?
Kenapa bisa begini? Ada apa ini?
Ran P : Ini
semua akibat ulah Lalu Dia dari negeri Alas Tuan.
Raja :
Sekarang juga cari Lala Jinis dan hancurkan Lalu Dia’
Ran P : Baik
Tuanku… Pengwal kau siap?
Pengawal
: Siap Tuanku.
Ran P : Ayo
kita berangkat
14
Adegan
VII
Lalu
Dia’ dan puntuk tengah duduk melepas lelah. Mereka gelisah sambil mereka-reka
apa yang akan terjadi.
Lalu Dia’ : (mendesah) kenapa ?
Puntuk : Kenapa apa Tuanku ?
Lalu Dia’ : Kenapa secepat itu dia berubah. Baru saja kami bertemu, tapi
dia mengatakan bahwa dia tidak mengenalku. Dia yang menyuruhku datang saat
bulan purnama. Dia juga yang mengusirku. Lala Jinis-Lala Jinis, aku sepertinya
tidak percaya pada apa yang telah terjadi.
Puntuk : Sudahlah tuanku, jangan terlalu bersedih.
Lalu Dia’ : Tidak Puntuk. Pasti ada sesuatu yang terjadi (memperlihatkan
sesuatu) lihat ini, tusuk konde ini telah menjadi bukti cinta kami. Dia telah
memberikannya dengan sangat tulus. Lala Jinis, kenapa kau tidak menceritakan
masalahmu padaku. Puntuk ! sekarang aku telah mendapatkan apa yang aku
impi-impikan selama ini. Tapi dia akan lepas kembali. Apakah ini hanya
permainan nasib saja, atau adal hal lain yang mungkin akan terjadi.
Aku benar-benar mecintainya, Puntuk.
Puntuk, kita harus kembali. Aku tidak mungkin
pulang kalau tidak bersama Lala Jinis.
Puntuk, kita jemput Lala Jinis !
Puntuk, kita jemput Lala Jinis !
Puntuk : Apa ? kita harus kembali ke kerajaan Seran ?
Lalu
Dia’ : Kau takut ?
Puntuk : Bukan begitu Tuan, tapi…
Lalu
Dia’ : Tapi apa. Siapkan semuanya, kita berangkat.
Puntuk : Kita cari bantuan dulu ke Alas.
Lalu Dia’ : (tegas) tidak. Kita menginjak Tana Alas berarti harus
membawa Lala Jinis.
Puntuk : Tuanku …..
Lalu
Dia’ : Sudah, ayo berangkat..
Puntuk dan Lalu Dia’ akan keluar panggung. Tapi
Lala Jinis dan Oneng masuk.
Lala Jinis : (kalem) kanda Lalu Dia’.
Lalu
Dia’ : (heran-menoleh) Lala..Lala Jinis.
Lala Jinis : Ya, ini aku kanda. Datang dan akan pergi bersamamu. Kanda
Lalu Dia’. Kita tidak boleh lama disini. Sebentar lagi pasukan kerajaan akan
sampai ke sini.
Lalu
Dia’ : Puntuk kau sudah siap ?
Puntuk : Siap tuanku.
Lalu
Dia’ : Kalau begitu kita berangkat. Dan aku siap menghadapi
segalanya.
Muncul Ran Pangantan bersama prajurit.
15
Ran P : Lalu Dia’ ! Ha…ha….ha… di sini kita bertemu. Disini pula
akan kucincang dagingmu.
Lala
Jinis : Ran Pangantan, kuperintahkan kau untuk kembali ke Tanah
Seran.
Ran P : Tidak lala, perintahmu takkan pernah berlaku padaku.
Lala
Jinis : Kau berani membantah Ran Pangantan.
Ran P : Ya. Pengawal ! tangkap kedua gadis itu.
Pengawal
: Baik Tuan.
Puntuk : Kalian menyentuh Putri Lala Jinis, maka daging kalian akan
ku robek. Ini, hadapi aku dulu.
Prajurit
: ha….ha….ha….
Puntuk : Kalian semua maju (meloncat-dilarang Lalu Dia’)
Lalu Dia’ : Puntuk jangan. Ini urusanku dengan Ran Pangantan. Ran
Pangantan, kenapa kita mesti mengorbankan para pembantu kita. Kenapa bukan kita
saja yang bertempur.
Ran P : Ha…ha… kau menantangku Dia’.
Pengawal
: Biar kami yang hadapi.
Ran P : Tidak pengawal. Ini urusanku. Pengawal orang macam ini mau
menantangku.
Lala Jinis : Kanda Ran Pangantan, jangan. Biar saya saja yang mati. Ran
Pangantan, bunuh saja saya.
Ran P : H…ha…ha….
Lalu Dia’ : Lala Jinis ! jika ini tidak diselesaikan sekarang maka akan
menjadi duri dalam daging. Dan akan mengganggu perjalanan hidup kita. Maaf Lala
silakan minggir.
Ran P : Lalu Dia’ keluarkan semua ilmu mu. Pengawal siapkan kuburan
untuk orang ini.
Lalu Dia’ : Maaf, Ran Pangantan.
Lalu Dia’ : Maaf, Ran Pangantan.
Lalu Dia’ pantang menolak tantangan
Ran P :
Baiklah kalau begitu lawan aku.
Akhirnya Lalu Dia’ dan Ran Pangantan
pun saling mengeluarkan pedang mereka. Dan berperang satu lawan satu.
Tak lama kemudian
akhirnya Ran Pangantan pun kalah dalam pertengkaran itu dan terjatuh.
Pengawal : Tuanku….
Ran
P : Aku tak bisa mengalahkannya, bawa aku
pergi
Pengawal : Baik Tuanku
Lalu
Dia’ : Pergi kau dan jangan pernah usik kehidupan kami.
Lalu
Dia’ : (Ke arah Lala Jinis) Lala. Akan
kubawa kau pulang ke negeriku, dan aku akan menikahimu.
Lala
Jinis : Iya Lalu Dia’
16
Penutup
Sebagai penutup naskah drama ini kami menyarankan
agar dalam melaksanakan drama ini sebelumnya harus dilakukan persiapan yang
matang berupa properti, kostum, musik dan naskah drama sebagai acuan dalam
berdialog dan berlatih drama. Demikianlah naskah drama ini kami susun, semoga
dapat bermanfaat bagi kita. Terima kasih
17
Salam kenal !
BalasHapus