Senin, 18 Maret 2013

Naskah Drama Lala Jinis dan Lalu Dia'


Naskah Drama
Lala Jinis dan Lalu Dia’
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
XII IPA
Kelompok 2

Nurul Hayati
Ritayani
Devi Astini
Elya Fitriani
Jennifer Sheydy
Annisa Rahmani PM
M. Jalaluddin
Lalu Wirajasa


SMAN 1 SEKONGKANG
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
2012/2013
Kata Pengantar
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat beserta hidayah-Nya sehingga naskah drama ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

            Terimakasih kepada guru mata pelajaran Seni Budaya Bapak Yudi Fitrayudin, S.Pd yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada kami tentang pemahaman mengena drama atau teater. Kedua kalinya rasa terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan naskah drama ini dengan baik.

            Naskah drama ini kami susun sebagai patokan kami dalam melakukan sebuah pentas drama di sekolah SMAN 1 Sekongkang dalam rangka Ujian Praktek Sekolah tahun ajaran 2012/2013.

            Naskah drama ini kami beri judul Lala Jinis dan Lalu Dia’ yaitu cerita rakyat asli dari tana Samawa yang terjadi pada masa lampau.

            Demikian naskah drama ini kami susun, semoga bermanfaat, dan tidak lupa pula kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan demi perbaikan naskah drama kami kedepannya.
















                                                                                                                    Penyusun





i
Daftar Isi
Kata Pengantar                                                                           i
Daftar Isi                                                                                   ii
A.    Tokoh dan Peran Tokoh………………………………..…………....     1 
B.     Properti……………………………………………………………..     1
C.    Kostum……………………………………………………………...     1
D.   Monolog……………………………………………………………     2
E.     Dialog…………………………………………………………..........    3
Adegan 1…………………………………………………………....      3
Adegan II…………………………………………………………....     5
Aegan III……………………………………………………………     9
Adegan IV…………………………………………………………..     10
Adegan V…………………………………………………………...     13
Adegan VI…………………………………………………………..     14
Adegan VII…………………………………………………………     15
Penutup                                                                                      17















ii
A.  Tokoh dan Peran Tokoh
1.    Tokoh Protagonis
Nurul Hayati                Berperan sebagai                        Lala Jinis
Elya Fitriani                  Berperan sebagai                        Oneng (Dayang)
Jennyfer Sheydy                        Berperan sebagai                        Raja Seran
Annisa Rahmani PM.    Berperan sebagai                        Permaisuri Raja
M. Jalaluddin                Berperan sebagai                        Lalu Diah
Lalu Wirajasa                Berperan sebagai                        Puntuk

2.    Tokoh Antagonis
Ritayani                       Berperan sebagai                        Ran Pangantan
Devi Astini                   Berperan sebagai                        Panglima dan Pengawal

B.   Properti
1.       3 buah batu besar
2.       3 buah batu kecil
3.       1 buah bunga Eja
4.       1 buah tusuk konde
5.       Kain biru untuk sungai
6.       Pohon-pohonan hias
7.       Bunga hias
8.       4 buah kursi raja
9.       Tombak pengawal
10.   2 buah kris

C.  Kostum
1.       6 buah sapu’
2.       2 buah baju adat wanita Sumbawa
3.       6 buah kain songket
4.       2 buah kain songket
5.       2 buah dalaman baju adat berwarna hitan dan 2 buah jilbab kuning
6.       1 buah kebaya permaisuri
7.       2 buah stagen
8.       Sandal (yang sesuai peran)
9.       Kostum laki-laki kemeja putih dan celana hitam





1
D.  Monolog
Drama ini diangkat dari cerita rakyat Tana Samawa (Sumbawa). Certia ini beredar di masyarakat Sumbawa sejak dulu.
Lala Jinis adalah seorang putri raja Seran yang sangat cantik jelita, oleh karena itu banyak laki-laki yang mengidamkannya, termasuk Ran Pangantan seorang putra Panglima besar di kerajaan Seran tersebut. Maka Ran Panganta bersama ayahandannya melamar putri Lala Jinis,  lamaran mereka pun diterima oleh sang Raja dan permaisuri. Dari situlah penderitaan Lala Jinis dimulai, karena ia sama sekali tidak mencintai Ran Pangantan yang kasar yang hanya menginginkan kecantikannya, kekusaan ayahnya dan hartanya. Akan tetapi Lala Jinis tak dapat berbuat apa-apa sebab ia harus menuruti keinginan Ayah dan Bundanya.
Lalu Dia’ adalah seorang pangeran kerjaan dari negeri Alas, yang sangat tampan dan baik hati. Dialah laki-laki yang dicintai Lala Jinis saat pertemuan mereka di tempat pemandian dan bermain Putri Lala Jinis. Namun cinta mereka datang setelah Lala Jinis mendekati detik-detik pernikahannya bersama Ran Pangantang. Lala Jinis dan Lalu Dia’ benar-benar saling mencintai, akan tetapi Lala jinis sebentar lagi akan menikah dengan Ran Pangantan.
Singka cerita Lala Jinis tidak sanggup dan kuat berada di Kerajaan sebab hatinya begitu terluka, ia tidak mungkin menikah dengan Ran Pangantan laki-laki yang tidak ia cintai. Akhirnya Lala Jinis memutuskan untuk pergi (minggat) dari kerajaan ditemani oleh Oneng dayangnya yang selalu setia menemaninya.
Begitupun Lalu Dia’ ia tak mungkin melepaskan Lala Jinis begitu, akhirnya dia memutuskan untuk menjemput Lala Jinis dengan kembali menuju kerajaan Seran.
Keputusan kedua insan ini akhirnya menyebabkan mereka bertemu di tengah-tengah perjalanan, sehingga mereka memutuskan untuk segera pergi dari negeri itu, akan tetapi mereka terlambat, Ran Pangantan berhasil mendapatkan mereka.
Singkatnya terjadilah pertempuran antara Lalu Dia’ dengan Ran Pangantan mereka saling mengeluarkan kris mereka.
Akhir cerita, Ran Pangantan pun dapat dikalahkan oleh Lalu Dia’, dan akhirnya Lalu Dia’ lah yang berhak memiliki Lala Jinis, Lalu Dia’ membawa Lala Jinis ke negeri Alas dan menikahinya, mereka pun hidup bahagia sampai akhir hayatnya.












2
E.  Dialog
Adegan I
Di kerajaan Seran, Duduklah seorang Raja Seran bersama permaisurinya di singgasana.


Permaisuri     : Kakanda, putri kita kini telah menginjak dewasa, aku pun ingin segera  meminang cucu, tidak kah kau ingin menikahkan putri kita segera?
Raja                : Tentu saja adinda, kakanda ingin segera menikahkan putri kita, agar kelak akan ada seseorang yang akan menggantikanku duduk di singgahsana ini.
Permaisuri     : Iya Kakanda
               
            Tiba-tiba muncullah seorang dayang.

Dayang           : Sembah hamba tuan.
Raja                : Ada apa dayang?
Dayang           : Maaf Tuan, ada tamu di depan yang ingin bertemu dengan tuanku.
Raja                : Siapa itu ?
Dayang           : Panglima tuanku.
Raja                : Baiklah suruh dia masuk.

            Maka atas perintah rajanya, dayang pun mempersilakan Panglima masuk. Maka masuklah Panglima bersama putranya Ran Pangantan

Panglima        : Sembah hamba Tuan.
Raja                : Silakan duduk
Panglima        : Terimakasih tuan.
Raja                : Ada apa gerangankah kau kemari Panglima?
Panglima        : Maaf tuan, maksud kedatangan hamba dengan putra hamba ini adalah sebuah impian besar untuk menjalankan kerajaan ini.
Raja                : Apa itu panglima?
Panglima        : Hamba dan putra hamba hendak melamar tuan putri Lala Jinis. Sudikah tuan menerima lamaran baik kami ini?
Raja                : Bagaimana menurutmu adinda?
Permaisuri     : Tidak ada salahnya Kakanda, mereka ini adalah panglima besar dikerajaan kita, mereka yang menjaga keamanan kerajaan dan negeri kita, lagipula nak Ran Pangantan ini laki-laki yang tampan dan baik.
Raja                : Baiklah panglima, kami menerima lamaranmu.
Panglima        : Terimakasih Tuan, suatu kehormatan bagi kami. Baiklah kami permisi tuan raja.
Raja                : Silakan

            Setelah Panglima bersama anaknya telah keluar, sang Raja memanggil dayangnya.
Raja                : Dayaaaaang
Dayang           : Iya Tuan.
3
Raja                : Tolong panggilkan putriku.
Dayang           : Baik Tuan
           
            Beberapa lama kemudian, masuklah putri Lala Jinis dan duduk disamping ayahandanya.
Lala Jinis        : Ada apa ayahanda?
Raja                : Begini ananda, Ayah akan menikahkanmu dengan putra panglima di negeri ini.
Lala Jinis        : Kenapa ayah? Aku tidak mencintainya
Permaisuri     : Ananda, kelak saat berumah tangga juga kau akan mencintainya. Dia laki-laki yang baik. Bunda ingin segera meminang cucu.
Lala Jinis        : Tidak Bunda.
Permaisuri     : Sudahlah ananda, Ayah dan Bunda sudah menerima lamaran mereka, kau jangan membuat malu ayah dan Bunda.
Lala Jinis        : Baik Bunda.

Karena keputusan Ayah dan Bundanya sudah bulat, Lala Jinis pun tidak dapat berbuat apa-apa, dia menuruti keinginan ayah dan Bundanya…



























4

Adegan II
Di suatu pagi hari yang cerah, masuklah dua orang laki-laki, mereka Lalu Dia’ dan Pengwalnya yang bernama Puntuk, mereka datang dari negeri Alas menuju negeri Seran.

Lalu Dia’         : Puntuk kita berhenti dulu, sebab sebentar lagi kita akan memasuki ibu kota Kerajaan Seran
Puntuk            : Baik paduka yang mulia

            Dalam peristirahatan mereka, Lalu Dia’ pun mengeluarkan sulingnya, mulailah ia memainkan sulingnya. Saat sedang asyik memainkan sulingnya, puntuk mengganggu Lalu Dia’.

Puntuk            : Tuan…tuan. Tapi, kenapa kita berhenti di sini Tuan. Tuan kan belum mendapatkan gadis yang menjadi impian tuan. Gadis yang berkenan di hati, yang selalu datang dalam setiap mata terpejam. (menggoda), gadis yang rambunya terurai, hidung mancung, alis bagai kerbau parapan.
Lalu Diah        : Puntuk…
Puntuk            : Ha…ha… Tuan mencari gadis yang punya betis seperti Rebong Katuntang, bermata baja, berurat kawat. Haa…haa…. Memangnya “Kebo Pongong”.
Lalu Diah        : (Jengkel) Puntuk. Sudah, saya mau tidur.
Puntuk            : (melihat lalu Dia mau tidur) Lalu jangan tidur dulu. Bagaimana jika kita kembali lagi saja ke tanah Alas. Di Alaskan banyak gadis-gadis yang cantik.
Lalu Diah        : Puntuk ! Justru saya datang kesini, ke Tana Seran, sebab di sini kabarnya gadisnya cantik-cantik. Saya ingin memperbaiki keturunan kita di masa yang akan datang. Saya tidak mau keturunan kita itu mirip seperti kamu.
Puntuk            : Baiklah Tuan, Selamat Tidur

Sebelum tidur Lalu Dia’ menyelipkan bunga eja di sela-sela batu. Dari arah lain muncul Lala Jinis bersama Oneng.

Oneng            : (Menikmati keindahan alam, tercengang) Lala, lihat bunga-bunga itu, sekarang sudah mekar. Kupu-kupu ! Kupu-kupu juga lala.
Lala Jinis        : (senyum) Ambilkan untuk saya Oneng.
Oneng                        : Baik, Lala (Oneng mengambil bunga, tapi agak kesulitan)
Lala Jinis        : Bunga apa Oneng.
Oneng            : Bunga Eja tuan Putri.

Oneng            : (membawa bunga) ini lala, bunganya harum sekali.
Lala Jinis        : (mencium bunga) Oneng, rasanya saya mengenal bunga ini. (agak heran) bunga eja…bunga…
Oneng            : Lala-lala, lala terusik mimpi lagi ya ?


5
Lala Jinis        : Mungkin Oneng. Akhir-akhir ini, dia sering datang dan memberikan bunga ini.
Oneng            : Sudahlah, lala. Ran Pangantan kan Tampan, Tuan panglima muda kerajaan itu baik, Lala.
Lala Jinis        : (kurang suka) Ran Pangantan ! saya tidak senang dengannya. Ran Pangantan itu kasar
Oneng            : Sedangkan Tuan Putri Lala Jinis, cantik, ramata kolo kabemang, rebetis rebong katuntang.
Lala Jinis        : Oneng !
Oneng            : Ya Tuan Putri.
Lala Jinis        : Oneng, mimpi itu, kadang menjadi bagian terindah dalam hidup seseorang. Orang miskin yang tak memiliki apa-apa, mereka tak akan merasa miskin karena mereka punya mimpi. Dari mimpi menjadi kenyataan, bukan kenyataan yang menjadi mimpi.
Oneng            : Jadi, Lala benar-benar jatuh cinta pada mimpi ?
Lala Jinis        : Ya. Tapi mungkin juga tidak. Mimpiku terlalu sempurna.
Oneng                        : hmmm,,, (senyum) gak jelas)
Oneng pun duduk di atas batu. Lala Jinis mengambil bunga dan menciumnya.

Mendengar percakapan dua orang gadis, Puntuk bangun sekaligus heran karena dihadapannya telah duduk seorang gadis. Puntuk membangunkan Lalau Dia’. Mereka mendengarkan percakapan dua gadis itu.

Lalu Dia’ mendekati Lala Jinis diikuti oleh Puntuk.

Oneng            : Siapa tuan ini ? hingga berani masuk pemandian dan tempat bermain Lala Jinis (Ketus)
Lala Jinis        : (tanpa menoleh) kau telah datang rupanya. Aku telah menunggu lama. Oneng, biarkan ia kemari.
Oneng            : Tapi Lala….
Lala Jinis        : oneng… (Lala Jinis tetap membelakangi)
Oneng            : Baik Lala, (ke Puntuk) tapi kau tidak boleh kesana. (Puntuk memperhatikan Lalu Dia’)
Lala Jinis        : Kau ingin mengambil kembali bunga ini…?
Lalu Dia’         : Hamba bernama Lalu Dia’, sudilah Tuan Putri mengucapkan nama.
Lala Jinis        : (dingin-tegas) saya Lala Jinis.

Lala Jinis berbalik. Mereka saling tatap. Lala Jinis bangun, keduanya melakukan gerakan memutar.

Lalu Dia’         : long lolo lian ke yandi
              Jina tu saling sasaket
              Rela yandi nanpo dadi

6
Lala Jinis        : Lamin Pang aku kaka e
              Tembok roa sikit roa
              Meling kaka si aku turret
Lalu Dia’         : Kapida nompo po ate
              Sangka yano ku santuret
              Ya dadi kerong parana
Lala Jinis        : Parana kaka si ai let
              Aku dadi umak sisi
              Tu saling asi ke tenrang

Kemudian terdengar suara dibelakang. Lala Jinis kaget dan melangkah meninggalkan Lalu Dia’. Lalu Dia’ heran.

Lala Jinis        : Tuanku Lalu Dia’, pergilah (cemas) sebentar lagi Ran Pangantan akan datang.
Lalu Dia’         : Siapa Ran Pangantan ?
Lala Jinis        : Sudah pergi saja, Oneng, suruh mereka pergi !
Lalu Dia’         : Tidak Lala,,…
Lala Jinis        : (sedih) pergilah Lalu. (Lala Jinis mengambil tusuk konde) ini tusuk konde sebagai pengganti diriku dan pengganti bunga eja.
Lalu Dia’         : Tidak, saya tidak akan pergi.
Lala Jinis        : Baiklah, kalau begitu biar saya yang pergi, Lalu Dia’ daatanglah nanti saat bulan purnama. Oneng mari kita pergi (Puntuk menarik Oneng).

Sekarang tinggal mereka berdua. Lalu Dia’ memperhatikan tusuk konde
Kemudian masuklah Ran Pangantan beserta pengawal dan prajurit.

Ran Pangantan muncul.

Ran P              : Prajurit, tangkap laki-laki itu !

Prajurit itu lansung maju mau menangkap Lalu Dia’, tapi dihalangi oleh Puntuk.

Puntuk            : Berhenti !

Ran P              : Kalau mereka melawan bunuh saja !

Prajurit memasang kuda-kuda bersiap untuk menyerang.

Lalu Dia’         : Maaf Tuanku, hamba mau bertanya, kenapa Tuanku mau menangkap kami dan siapakah Tuan ini ?
Ran P              : (melihat dan tertawa) jadi, kalian belum tahu aku Ran Pangantan, anak panglima negeri ini dan calon tunggal pengganti Datu Seran. Aku menangkap kalian, karena kalian telah berani masuk ketempat pemandian dan tempat bermain Tuan Putri Lala Jinis.

7
Lalu Dia’         : maaf kami orang baru, jadi tidak tahu jalan. Dan kami tidak tahu bahwa yang datang panglima Ran Pangantan.
Ran P              : Kau mengerti juga rupanya.
Lalu Dia’         : Jika demikian, kami mohon diri.
Ran P              : Tidak semudah itu orang asing. Prajurit, bawa mereka ke istana. Dan laporkan mereka sebagai pencuri.
Puntuk            : Dasar kau, kalau berani, maju !
Lalu Dia’         : (mencegah) puntuk jangan !
Puntuk            : Maaf, Lalu. Ini menyangkut harga diri.
Ran P              : Jadi kalian berani melawan kami, ha ?!
Lalu Dia’         : maafkan dia panglima muda !
Ran P              : (mengeluarkan keris) kurang ajar !
Lalu Dia’         : Panglima muda, biarkan kami pergi. (kepada Puntuk) Puntuk ayo !
Ran P              : Kejar !

Lalu Dia’ dan Puntuk dikejar oleh Ran Pangantan dan pengawalnya keluar panggung.



























8
Adegan III

Lala Jinis sendirian, menyampaikan isi hatinya, sedih dan duka yang ia raskan.

Lala Jinis        :                                       Pada hari nanti
Aku tahu
Aku akan rindu pada tanah
Yang terlampau jauh ku kenal
Ku tak ingin kan ada
Yang memberiku air mata
Ku tak ingin nantinya
Daun-daun berguguran
Tersebab kisah
Yang pernah ku toreh merah
Pada rembulan
Kini masa itu datang
Bersama hati yang resah
Ingin kembali
Senja selalu datang dengan 
Kesunyian yang menyayat
Jangan beri aku kepiluan
Sebab hati ini bergelora
Ingin menghirup angin sepoi
Di tanah bunda mendekapku
Jangan …..
Jangan …..
Jangan lagi ada ….
















9
Adengan IV
Lalu Jinis muncul bersama Oneng. Lala Jinis ditemani Ran Pangantan. Lalu, Ran Pangantan dan Lala Jinis duduk bersama. Ran Pangantan kelihatan bahagia. Tetapi sebaliknya Lala Jinis agak sedikit kecewa.

Ran P              : Dindaku Lala Jinis, kita akan menjadi pasangan yang sangat serasi jaman ini. Aku akan menjadi raja. Dan kau akan menjadi permaisuriku yang cantik jelita.
Lala Jinis        : (diam tidak tahu apa yang harus dikatakan)
Ran P              : Lalaku, aku sangat ketakutan ketika melihat kau bersama laiki-laki lain di tempat pemandian itu. Aku takut kau menghilang dari negeri ini. Aku takut kehilanganmu Lala, (dengan kasar secara refleks menarik rambut Lala Jinis) aku takut Lala
(Lala Jinis menghindar. Ran Pangantan jadi berang) (berteriak)
Ran P              : pengawal, ambilkan aku jontal, sirih dan tuak !
Pengawal       : Apa Tuan ?
Ran P              : Ambilkan aku jontal, sirih, dan tuak ! dasar goblok.
Pengawal       : Baik Tuanku.
Ran P              : (licik-lembut) dindaku Lala Jinis, kita harus rayakan pertemuan kita dengan sedikit mencicipi arak agar badan kita sedikit terasa hangat. Apa pendapatmu.
Lala Jinis        : Kau membuat hidupku seperti di neraka. Kenapa kau tidak berubah, kamu tahu, aku tidak bias hidup disamping orang kasar sepertimu.
Ran P              : Tidak Lala, Suatu hari aku akan berubah.
Lala Jinis        : Kau tidak akan pernah berubah, karena kau tak mau merubahnya. Mungkin saat kau berubah, aku telah menjadi tanah. Menghilang, atau akan pergi jauh dari negeri ini.
Ran P              : (lembut) jangan begitu Lala. Bagaimana kanda dapat hidup tanpa dinda.
Lala Jinis        : Berhentilah bermimpi, kau tidak akan hidup dengan siapapun. Jika kau tetap seperti ini.
Ran P              : Tapi aku mencintaimu Lala
Lala Jinis        : (sinis) kau mencintaiku. Tapi, kau lebih mencintai kekuasaan yang akan kau terima nanti.

            Dari kejauhan muncullah Lalu Dia’ bersama Puntuk.
Puntuk            : Kenapa ramai sekali Tuan ?
Lalu Dia’         : Tidak tahu, Ntuk.
Puntuk            : Saya tahu sekarang Tuanku.
Lalu Dia’         : Tahu apa Puntuk 
Puntuk            : Ini upacara pernyambutan kita oleh Tuan Putri Lala Jinis.
Lalu Dia’         : (kurang yakin) tidak mungkin Ntuk.
Puntuk            : Ya, Tuanku. Inikah bulan purnama, seperti yang di janjikan oleh Tuan Putri Lala Jinis.
Lalu Dia’         : Kenapa Ran Pangantan dan Lala Jinis duduk berdua di singgasana.

10
            Karena mengetahui kedatangan Lalu Dia’ pengawal pun melaporkannya pada Ran Pangantan.
Pengawal       : Sembah hamba tuan.
Ran P              : Ada apa?
Pengawal       : (mendekati Ran P) maat, tuanku, ini agak rahasia.
Ran P              : (menarik ke depan atas) apa ?
Pengawal       : mata-mata kita mengatakan bahwa ada Lalu Dia’ yang datang meramaikan pesta perkawinan Tuanku. Tampak mereka menuju ke mari.
Ran P              : (terkejut) apa ?, baiklah biarkan mereka kemari, (tidak berbisik).
Pengawal       : Baiklah, hamba mohon diri.
Ran P              : Iya.
(kea rah Lala Jinis) dindaku tercinta. Besok hari kebahagiaan kita. Kau dan aku akan menjadi pasangan yang sangat serasi. Kau jadi permaisuriku dan aku akan menjadi raja.
Lala Jinis        : (ketus) aku akan masuk neraka.

Muncul Lalu Dia’ dan Puntuk. Menghadap Ran Pangantan dan Lala Jinis.

Lalau Dia’       : Tuan Putri Lala Jinis. Kau mengundangku kesini hanya untuk melihat kau menjalankan perkawinanmu. (jengkel) ini bulan purnama yang sia-sia.
Ran P              : Siapa mereka ini Lala ?
Lala Jinis        : (kikuk) saya tidak tahu, kanda. Mereka mungkin orang asing yang tersesat.
Lalau Dia’       : Bukankah kau yang mengundang kami Lala.
Lala Jinis        : Kanda usir kedua orang ini. Aku tidak mengenal mereka. (menyesal)
Ran P              : Jadi, kalian datang tanpa diundang. Baiklah, saya akan kawin besok. Datanglah aku yang mengundang. Lala biarkan mereka datang.
Lalu Dia’         : Lala Jinis
Lala Jinis        : pergi kalian, aku tidak ingin melihat kalian lagi (serak, mau menangis)
Lalu Dia’         : tidak, kami tidak akan pergi, karena Lala yang mengundang kami.
Ran pangantan terus tertawa

Lalu Dia’         : Baik Lala, kami akan pergi.
Ka mu undang aku datang
Lawang mu ribat ke baret
Ya mu adal ke nyonde ta

(kepada Puntuk) Puntuk, mari kita pergi.

Puntuk            : Baik Tuanku.

Maka Lalu Diah dan puntuk pun pergi

Lala Jinis        : Oneeeeng
11
Oneng                        : Ya Tuan Putri

Lala Jinis menangis dan memeluk Oneng

Lala Jinis        : Lalu Dia’ oneng….
Oneng                        : kenapa dengan tuan Lalu dia tuan putri?
Lala Jinis        : Aku telah mengusirnya oneng… aku takut Ran Pangantan akan berbuat jahat.
Oneng            : sudahlah tuan putri jangan bersedih, lalu apa yang harus saya lakukan untuk membantu tuan putri?
Lalan Jinis     : Bawa saya pergi dari kerajaan ini Oneng, saya sudah tidak sangguap lagi disini, saya tidak mencintau Ran Pangantan, Bawa saya pergi Oneng.
Oneng                        : Baiklah Tuan putri, mari kita pergi.

            Akhirnya Lala Jinis pun pergi meninggalkan kerjaan, ingin menemui Lalu Dia’ ditemani oleh Oneng.




























12

Adegan V
            Ran Pangantan sedang duduk di suatu tempat, menungkapkan rasa bahagianya.

Ran P              : (berkhayal) menunggu hari esok, rasanya aku tak sabar lagi. Hari esok.. hari esok… ya hari esok hari saat aku menggenggam tanah ini. Tanah Seran ha…ha…ha…
Lala Jinis kau sangat cantik, bagai rembulan malam yang mengganggu semua mimpi. Aku laki-laki yang sangat beruntung. Kutunggu kau di sini. Kini akanku dapatkan harapanku, wanita cantik, kekuasaan, sekaligus hartanya. Semuanya kini berada dalam genggaman jemariku, ha…ha…ha..Lalu Dia’ harapanmu kini sirna, terbawa angin.

              Tiba-tiba datanglah seorang prajurit.
Prajurit           : (ngos-ngosan) Tuanku Ran Pangantan… (berteriak) Tuanku Ran Pangantan.
Ran P              : Ada apa kau berteriak memanggilku?
Prajurit           : Ini penting ! tuanku Ran Pangantan harus tahu !
Ran P              : apa itu ?
Prajurit           : Ampun Tuanku..a…nu tuanku. Tuan Putri…
Ran P              : Lala Jinis maksudmu ?
Pengawal       : Ada apa dengan tuan Putri ?
Prajurit           : Iya tuanku.
Ran P              : Ada apa dengan putri?
Prajurit           : Putri Lala Jinis minggat Tuanku.
Ran P              : apa ? coba ulangi.
Prajurit           : Putri Lala Jinis minggat menuju Tana Alas, Tuan.
Ran P              : (kaget) Lala Jinis minggat ! (menendang) kenapa kalian tidak mencegahnya ?
Prajurit           : Ampunkan hamba Tuanku
Ran P              : Prajurit tolol. Lala Jinis.. kau membuat aku marah. Lalu Dia’ mu akan kucincang. Kalian terlalu berani membuatku marah. Prajurit, Kita harus menghadap Raja dan Ratu untuk melaporkan ini
Prajurit           : Siap tuanku.











13
Adegan VI
            Ketika sang Raja tengah duduk bersama permaisurinya di singgasana, muncullah Ran Pangantan bersama prajuritnya.

Ran P              : Sembah hamba Raja
Raja                : Ada apa ananda?
Ran P              : Maaf tuan, hamba membawa berita buruk.
Raja                : Berita apa itu?
Ran P              : Lala Jinis tuan, Lala Jinis Minggat.
Raja                : Apa? Kenapa bisa begini? Ada apa ini?
Ran P              : Ini semua akibat ulah Lalu Dia dari negeri Alas Tuan.
Raja                : Sekarang juga cari Lala Jinis dan hancurkan Lalu Dia’
Ran P             : Baik Tuanku… Pengwal kau siap?
Pengawal       : Siap Tuanku.
Ran P              : Ayo kita berangkat




























14
Adegan VII
Lalu Dia’ dan puntuk tengah duduk melepas lelah. Mereka gelisah sambil mereka-reka apa yang akan terjadi.

Lalu Dia’         : (mendesah) kenapa ?
Puntuk            : Kenapa apa Tuanku ?
Lalu Dia’         : Kenapa secepat itu dia berubah. Baru saja kami bertemu, tapi dia mengatakan bahwa dia tidak mengenalku. Dia yang menyuruhku datang saat bulan purnama. Dia juga yang mengusirku. Lala Jinis-Lala Jinis, aku sepertinya tidak percaya pada apa yang telah terjadi.
Puntuk            : Sudahlah tuanku, jangan terlalu bersedih. 
Lalu Dia’         : Tidak Puntuk. Pasti ada sesuatu yang terjadi (memperlihatkan sesuatu) lihat ini, tusuk konde ini telah menjadi bukti cinta kami. Dia telah memberikannya dengan sangat tulus. Lala Jinis, kenapa kau tidak menceritakan masalahmu padaku. Puntuk ! sekarang aku telah mendapatkan apa yang aku impi-impikan selama ini. Tapi dia akan lepas kembali. Apakah ini hanya permainan nasib saja, atau adal hal lain yang mungkin akan terjadi.
Aku benar-benar mecintainya, Puntuk.
Puntuk, kita harus kembali. Aku tidak mungkin pulang kalau tidak bersama Lala Jinis.
Puntuk, kita jemput Lala Jinis !
Puntuk            : Apa ? kita harus kembali ke kerajaan Seran ?
Lalu Dia’         : Kau takut ?
Puntuk            : Bukan begitu Tuan, tapi…
Lalu Dia’         : Tapi apa. Siapkan semuanya, kita berangkat.
Puntuk            : Kita cari bantuan dulu ke Alas.
Lalu Dia’         : (tegas) tidak. Kita menginjak Tana Alas berarti harus membawa Lala Jinis.
Puntuk            : Tuanku …..
Lalu Dia’         : Sudah, ayo berangkat..

Puntuk dan Lalu Dia’ akan keluar panggung. Tapi Lala Jinis dan Oneng masuk.

Lala Jinis        : (kalem) kanda Lalu Dia’.
Lalu Dia’         : (heran-menoleh) Lala..Lala Jinis.
Lala Jinis        : Ya, ini aku kanda. Datang dan akan pergi bersamamu. Kanda Lalu Dia’. Kita tidak boleh lama disini. Sebentar lagi pasukan kerajaan akan sampai ke sini.
Lalu Dia’         : Puntuk kau sudah siap ?
Puntuk            : Siap tuanku.
Lalu Dia’         : Kalau begitu kita berangkat. Dan aku siap menghadapi segalanya.

Muncul Ran Pangantan bersama prajurit.


15
Ran P              : Lalu Dia’ ! Ha…ha….ha… di sini kita bertemu. Disini pula akan kucincang dagingmu.
Lala Jinis        : Ran Pangantan, kuperintahkan kau untuk kembali ke Tanah Seran.
Ran P              : Tidak lala, perintahmu takkan pernah berlaku padaku.
Lala Jinis        : Kau berani membantah Ran Pangantan.
Ran P              : Ya. Pengawal ! tangkap kedua gadis itu.
Pengawal       : Baik Tuan.
Puntuk            : Kalian menyentuh Putri Lala Jinis, maka daging kalian akan ku robek. Ini, hadapi aku dulu.
Prajurit           : ha….ha….ha….
Puntuk            : Kalian semua maju (meloncat-dilarang Lalu Dia’)
Lalu Dia’         : Puntuk jangan. Ini urusanku dengan Ran Pangantan. Ran Pangantan, kenapa kita mesti mengorbankan para pembantu kita. Kenapa bukan kita saja yang bertempur.
Ran P              : Ha…ha… kau menantangku Dia’.
Pengawal       : Biar kami yang hadapi.
Ran P              : Tidak pengawal. Ini urusanku. Pengawal orang macam ini mau menantangku.
Lala Jinis        : Kanda Ran Pangantan, jangan. Biar saya saja yang mati. Ran Pangantan, bunuh saja saya.
Ran P              : H…ha…ha….
Lalu Dia’         : Lala Jinis ! jika ini tidak diselesaikan sekarang maka akan menjadi duri dalam daging. Dan akan mengganggu perjalanan hidup kita. Maaf Lala silakan minggir.
Ran P              : Lalu Dia’ keluarkan semua ilmu mu. Pengawal siapkan kuburan untuk orang ini.
Lalu Dia’         : Maaf, Ran Pangantan.

Lalu Dia’ pantang menolak tantangan

Ran P              : Baiklah kalau begitu lawan aku.

Akhirnya Lalu Dia’ dan Ran Pangantan pun saling mengeluarkan pedang mereka. Dan berperang satu lawan satu.
Tak lama kemudian akhirnya Ran Pangantan pun kalah dalam pertengkaran itu dan terjatuh.

Pengawal       :  Tuanku….
Ran P              : Aku tak bisa mengalahkannya, bawa aku pergi
Pengawal       : Baik Tuanku
Lalu Dia’         : Pergi kau dan jangan  pernah usik kehidupan kami.
Lalu Dia’         : (Ke arah Lala Jinis) Lala. Akan kubawa kau pulang ke negeriku, dan aku akan  menikahimu.
Lala Jinis        : Iya Lalu Dia’


16
Penutup
Sebagai penutup naskah drama ini kami menyarankan agar dalam melaksanakan drama ini sebelumnya harus dilakukan persiapan yang matang berupa properti, kostum, musik dan naskah drama sebagai acuan dalam berdialog dan berlatih drama. Demikianlah naskah drama ini kami susun, semoga dapat bermanfaat bagi kita. Terima kasih


































17

1 komentar: